Senin, 28 Desember 2009 kemarin, saya dan beberapa teman hadir di acara seminar "Guru Super Indonesia" di Bandung. Penyelenggara acara tersebut adalah Rumah Zakat Indonesia. Narasumbernya? Mario Teguh. Seminar bertempat di Sasana Budaya Ganesha dan dihadiri kurang lebih 1000 guru, se Bandung? Tidak juga, ada guru dari Semarang dan Jakarta.
Menghadiri acara untuk guru selalu menjadi vitamin bagi jiwa saya. Nyaris di semua acara bagi para guru saya lihat antusiasme yang besar. Belajar, berbagi, atau istilah Pak Mario "mendekati yang membaikkan diri" mudah terlihat dari wajah guru yang hadir. Entah acara Klub Guru cabang Jakarta, Konggres Guru dari Sampoerna Teacher Institute, seminar Pusat Bahasa, bahkan di MGMP semua rasanya disambut oleh para guru.
Saat acara di Bandung itu, semangat para guru sudah bisa dilihat saat pendaftaran yang "mengular", pengambilan buku yang juga "mengular" bahkan masuk ke ruangan pun"mengular". Kalau bukan karena semangat, apalagi coba, antri di bawah rinai hujan Bandung?Begitu pun saat diberi kesempatan bertanya. Wuih!
Seminar tersebut adalah seminar motivasi bagaimana agar guru Indonesia menjadi guru "penumbuh bangsa". Guru yang "digugu dan ditiru", guru yang tidak berbuat apapun kecuali kebaikan dan tidak meninggalkan apapun kecuali kebaikan. Selama 5 jam Pak Mario memompakan kembali darah segar motivasi. Terkagum saya, karena setelah istirahat, 95% kursi masih terisi. Ah, guru Indonesia memang super!
Selasa, 29 Desember 2009
Minggu, 27 Desember 2009
Hujan telah tiba
Sejak sore hingga malam ini hujan mengguyur belum berhenti. Sempat lebat, namun saat ini rintik-rintik saja. Saya yakin, tidak sedikit dari kita yang mulai bersiap menghadang sang hujan. Suami saya contohnya mulai membeli jas hujan (pengganti yang sudah rusak)tetangga mulai memoleskan "anti bocor" di genting dan dinding rumahnya, dan saya sendiri? mulai rajin kembali minum vitamin penambah daya tahan tubuh yang mudah turun selaras dengan hujan yang turun.
Hujan ini selalu menggiring memori saya pada keadaan sekolah tempat saya mengajar. Beberapa bulan lalu, banjir minimal setinggi mata kaki (banjir atau genangan air?) pasti menyapa sejak saya turun dari angkot sampai halaman sekolah. Itu kalau curah hujannya normal. Kalau sedang kebagian rezeki hujan selebat-lebatnya, bisa dipastikan, air akan naik hingga sedikit di atas lutut.
Sekarang, sedikit berlega hati, hujan masih bersahabat dan jalan di depan sekolah sudah ditinggikan. Tahukan Anda berapa lama saya menunggu jalan itu menjadi seperti saat ini? Sebelas tahun. Sebelas tahun dalam teror musim hujan, sebelas tahun merutuki para pejabat yang "tidak becus" mengurus sepotong jalan sepanjang ratusan meter (sekali lagi: ratusan meter, belum masuk hitungan kilo meter). Sebelas tahun yang membuat banyak sahabat bertanya, "Kok mau sih di tempatkan di situ?"
Hujan esok hari bisa saja melebat kembali, airnya merendam mungkin selutut lagi. Tapi sekarang, saya sudah bisa berdamai dengan itu semua. Mau tahu mengapa? Karena menurut penelitian yang saya baca di koran, beberapa tahun ke depan, tanpa hujan pun Jakarta akan terendam air! Muara Baru contoh paling nyata yang pertama. Kapuk (kecuali "The Haves at Pantai Indah Kapuk)contoh kedua. Anda tahu dimana sekolah saya? Di contoh yang kedua tadi.Jadi, saya sudah "sparring partner" dengan hujan selama sebelas tahun dan banjirnya.Selamat Datang Hujan, semoga turun mu membawa keberkahan bagi kami.
Hujan ini selalu menggiring memori saya pada keadaan sekolah tempat saya mengajar. Beberapa bulan lalu, banjir minimal setinggi mata kaki (banjir atau genangan air?) pasti menyapa sejak saya turun dari angkot sampai halaman sekolah. Itu kalau curah hujannya normal. Kalau sedang kebagian rezeki hujan selebat-lebatnya, bisa dipastikan, air akan naik hingga sedikit di atas lutut.
Sekarang, sedikit berlega hati, hujan masih bersahabat dan jalan di depan sekolah sudah ditinggikan. Tahukan Anda berapa lama saya menunggu jalan itu menjadi seperti saat ini? Sebelas tahun. Sebelas tahun dalam teror musim hujan, sebelas tahun merutuki para pejabat yang "tidak becus" mengurus sepotong jalan sepanjang ratusan meter (sekali lagi: ratusan meter, belum masuk hitungan kilo meter). Sebelas tahun yang membuat banyak sahabat bertanya, "Kok mau sih di tempatkan di situ?"
Hujan esok hari bisa saja melebat kembali, airnya merendam mungkin selutut lagi. Tapi sekarang, saya sudah bisa berdamai dengan itu semua. Mau tahu mengapa? Karena menurut penelitian yang saya baca di koran, beberapa tahun ke depan, tanpa hujan pun Jakarta akan terendam air! Muara Baru contoh paling nyata yang pertama. Kapuk (kecuali "The Haves at Pantai Indah Kapuk)contoh kedua. Anda tahu dimana sekolah saya? Di contoh yang kedua tadi.Jadi, saya sudah "sparring partner" dengan hujan selama sebelas tahun dan banjirnya.Selamat Datang Hujan, semoga turun mu membawa keberkahan bagi kami.
Jumat, 25 Desember 2009
Ini Tahun Baru Hijriah Lhoo
Saya seringkali lupa nama-nama bulan hijriah. Nah, mumpung baru saja tahun baru, saya ingin mengingatkan pada diri sendiri nama-nama bulan hijriah itu. Tulisan ini saya unduh dari wikipedia.
Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:
Muharram
Safar
Rabiul awal
Rabiul akhir
Jumadil awal
Jumadil akhir
Rajab
Sya'ban
Ramadhan
Syawal
Dzulkaidah
Dzulhijjah
Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:
Muharram
Safar
Rabiul awal
Rabiul akhir
Jumadil awal
Jumadil akhir
Rajab
Sya'ban
Ramadhan
Syawal
Dzulkaidah
Dzulhijjah
Sebentar Lagi...
Let's see, sebentar lagi tahun akan berganti. Begitukah? Atau, sebentar lagi sudah pagi. Sebentar lagi, ternyata rentang waktunya tidak terlalu jelas ya. Seribu kepala, seribu standar untuk menilai satu pernyataan pendek :Sebentar lagi. Maknanya tentu akan lebih dalam jika setelah "sebentar lagi" dilanjutkan dengan pernyataan lain, misalnya, "Sebentar lagi kiamat!" (aw!!) tentunya intonasi turut mempengaruhi.
Saya sering mendengar kata-kata ini dari murid-murid saya di sekolah. Jika saya mengatakan, "Kumpulkan tugasmu, Nak. Waktu pengerjaan sudah habis." Ramai-ramai mereka ambil suara "Sebentar lagi, Bu!" dengan segala variasi intonasi dan tambahan kata.
Saya sering mendengar kata-kata ini dari murid-murid saya di sekolah. Jika saya mengatakan, "Kumpulkan tugasmu, Nak. Waktu pengerjaan sudah habis." Ramai-ramai mereka ambil suara "Sebentar lagi, Bu!" dengan segala variasi intonasi dan tambahan kata.
Langganan:
Postingan (Atom)