Kamis, 14 April 2011

BERAMAL DI SEKOLAH


Bukan amal yang besar namun hanya seketika
tetapi amal yang kecil dan terus menerus

Sekolah kami yang megah, berdiri di tengah daerah dengan kesenjangan kesejahteraan yang sangat tinggi. Ada komplek perumahan mewah hingga super mewah yang dikelilingi daerah kumuh dan miskin. Tentu, sebagai sekolah negeri di pinggiran, siswa kami mayoritas berasal dari daerah yang kumuh dan miskin itu.

Data pada arsip sekolah menunjukkan bahwa 80% orangtua siswa bekerja sebagai buruh pabrik, 20 % karyawan swasta dan pegawai negeri. Jangan percaya angka, pengalaman megajarkan pada saya. Tidak sedikit kami temukan orangtua siswa yang menuliskan: buruh pada kolom pekerjaannya , padahal: sudah tidak punya pekerjaan tetap. Kadang bekerja, kadang tidak.

Hal tersebut tentu berakibat pada siswa-siswa kami. Bulan lalu, ada satu anak yang setiap hari mendapatkan tambahan gizi di ruang guru, karena sangat terlihat kekurangan gizi. Bulan ini? Enam siswa. Pada jam istirahat mereka dipanggil untuk memperoleh tambahan gizi berupa nasi, sayur, dan lauk pauknya.

Para siswa tersebut dijaring lewat penglihatan para guru di sekolah, plus kunjungan rumah. Pada awalnya, hasil "penjaringan" itu dibicarakan ke pihak pengambil keputusan tertinggi di sekolah. Sayang, alasan klasik yang dikeluarkan. Memang tidak bisa disalahkan, hanya bisa disayangkan.

Seorang guru senior akhirnya mengambil inisiatif untuk mengumpulkan donatur bagi para siswa yang kekurangan gizi ini. Tak lain dan tak bukan, teman-teman guru lah donatur itu, maka setiap hari ada yang membawa lauk atau sayur untuk para siswa tersebut. Sederhana dan mengena.

Betul, ada siswa lain yang belum terjaring tetapi dari yang kami ketahui ada pula "donatur-donatur" lain: wali kelas mereka. Sungguh, amal para guru ini sedikit tetapi terus menerusnya itu yang menjadikannya banyak dan berlipat ganda balasannya.
Semoga, kelak para siswa itu bisa lebih baik hidupnya dan bisa menyebarkan kebaikan lebih dari guru-guru mereka.